Sering malu karna sujud, hanya bila tertekan, duhai gadis yang mengaku-ngaku dewasa. Konon kebal membeku, dididihkan pun tak mampu, ini dia si jago pemalu, Bila kau pikir aku sekuat itu,Dua empat tujuh aku bahagia.Kau salah kawan,ku dilindungi dendangan, Ini musikku dia pagar jarak pandangmu (Tulus~Bunga Tidur)

Kamis, 27 April 2017

Bercanda dengan Masa Lalu: Hujanku di Desember Kita

Gemerciknya, serupa roh yang menghantam ke pelupuk mata. Perih sekaligus menyegarkan, sakit yang melelehkan.
Setiap orang menuliskanmu, dalam syair-syair buta meraka. menukikan elegi tentangmu dengan bahasa mereka. menyelamimu, melalui rasa yang berbeda- beda.

Dan hujanku, adalah tentang hujan di bulan Desember. Hujan dengan gemercik menyegarkan. Hujan yang tidak hanya membasahi pekarangan dan motormu, tapi hujan yang juga membasahi bajuku. 

Hujanku memenjarakan apapun hingga terjebak dalam situasi yang sulit. Hujanku selalu tidak tepat waktu, menahanku untuk tidak pergi kemanapun. Berkali-kali ingin pergi, tapi dia memaksaku untuk tinggal sedikit lebih lama lagi. Hujanku egois.

Hujanku begitu egois, dalam dinginnya dia membasahi ruangan yang sudah kukunci dengan rapat-tidak seorangpun bisa menembusnya-. Tapi entah bagaimana caranya, ruangan itu kini penuh dengan tetesannya, mengering sebentar basah kemudian. Dan semakin dingin, Desember yang kala itu segar berubah menjadi Desember yang menggigil.

Ketika itu, dalam hujanku, kurebus mi instan kesukaanmu. Kukira hangatnya akan sedikit menenangkan, tapi ternyata aku salah. Tidak akan lagi kupadukan hujanku, Desember kita dengan mi kesukaanmu.

Dan sekarang, hujan turun dan bukan lagi di Bulan Desember. Tetesannya menertawaiku.
“Tidak bisakah kita kembali sebentar ke bulan Desember? ada sesuatu yang kutinggalkan disana.”