‘Kamu membukanya lagi?’Rana memandangi mata Reihan dengan sinis. Menutup album yang barusaja dibukanya, melangkah menjauh dari Reihan. Rana mengerti setiap pembicaraan dengan Reihan akan selalu menjadi seperti ini. Reihan benar, tapi hati Rana yang lebih tahu. Reihan pun tidak ikut merasakan, hati Rana yang terpenjara.
‘iya, sekali saja’
‘sekali?’
‘dua kali’
‘hanya dua kali?’
‘tidak, sudah berkali- kali’
‘sudahlah na, berhentilah berlarut larut dalam masa lalumu itu’
‘ini bukan sekedar masalalu han, ini lebih dari yang kamu kira’
‘aku tidak pernah mengira ngira hal yang bukan urusanku’
Siang begitu terik, Rana mengelak, dia keluar rumah dengan pakaian dinginnya. Rana protes kenapa Tuhan begitu cepat mengambil yang telah menjadi miliknya, bahkan yang sudah melekat menjadi bagian dari jiwanya. Tapi Rana tahu pasti, Tuhan itu Maha Adil. Dia mengirimkan Rana lain yang lebih sempurna untuk Theo. Dan secepat kilat Theo berubah, dan pergi meninggalkan Rana. Pondasi yang di bangun bersama kini roboh sebelah. Rana mencoba menahan setiap jengkal pondasi yang bahkan kayunya sudah lapuk. Tidak mungkin bisa.
Reihan berkali kali datang, mengingatkan agar Rana mencari sebuah keadilan untuk dirinya. Keadilan Tuhan. Bagaimana Tuhan hanya adil di pihak Theo, sedangkan Rana tidak mendapat apa- apa, hanya rasa sakit hati yang terus menerus ia pupuk, foto hitam putih itu menjadi saksi kemilau dan kelamnya hubungan Rana. Raihan selalu menawarkan solusi dan Rana selalu menolaknya. Rana lupa, Tuhan tidak akan menolong umatnya yang tidak berusaha.
‘sudah hampir 1 tahun theo pergi’Dan sekarang sudah tidak mungkin membuat Theo kembali seperti sedia kala, Rana mengerti. Foto hitam putih itu akan menjadi kenangan terindah disepanjang kesakitan Rana, yang akan membangkitkan semangatnya dan menjatuhkannya dalam waktu yang sama, menghangatkan sekaligus mendinginkan.
‘lalu’
‘tidak ada, dalam kurun waktu 1 tahun ini saya mencoba untuk mengerti alasan mengapa theo pergi. Apa kesalahan fatal saya yang membuatnya seperti itu, dan’
‘dan?’
‘tidak kutemui satu alasanpun selain ada Rana lain yang menyilaukan matanya, saya dan dia selalu baik- baik saja, setiap masalah terselesaikan dengan sempurna’
‘itu yang kamu rasakan? Kamu tidak mencoba bertanya kepada theo tentang apa yang dia rsakan selama bersamamu’
‘tidak, sekalipun’
‘Rana, rasa hanya bisa dirasa oleh yang terasa, lalu bagaimana kamu tahu yang dirasakan theo jika kau tak pernah menanyaknnya?’
‘aku selalu melihat dia baik baik saja,tidak tertekan, tidak terlihat menyembunyikan sesuatu’
‘kamu egois, kamu bahkan tidak ingin tahu apa yang sedang dirasakannya’
‘jadi?
‘bisa jadi kesalahan memang benar- benar ada pada dirimu’
‘tapi kenapa setelah 7 tahun han?’
‘Rana, theo mungkin juga mempertanyakan hal yang sama, dan hanya kalian yang tau jawabannya’
Foto hitam putih memenjarakannya pada rasa yang asa, getir. sekarang dingin itu menjadi sangat menggigil dan panas itu menjadi sangat panas. Menghancurkan pertahanan waktu yang telah mengubur hidup- hidup jiwa Rana. Tubuhnya tidak sanggup menahan lagi, getaran berontak jiwanya menghidupkan api yang kemudian padam oleh air mata Rana. Tangannya menggenggam erat foto itu, meremasnya dan menenggelamkannya dalam lautan air mata.
Hitam dan Putih, dua warna yang tidak bisa berkembang menjadi warna lain selain abu- abu, semu. Dan abu- abu hanyalah warna tanggung yang hanya bisa diam, dia tidak pernah mampu menghidupkan warna apapun. Seperti foto hitam putih Rana, yang tidak akan pernah menghidupkan kenangan masa lalunya. Hanya akan menjadi pendukung dan pengkudeta rasa dalam waktu yang sama.